Wawancara Kerja Soal Gaji – Ketika Anda melamar suatu pekerjaan , pastinya Anda akan menghadapi yang namanya sesi wawancara kerja. Bagian ini merupakan satu proses yang sangat menentukan bagi pelamar kerja, apakah Anda bisa diterima bekerja di perusahaan tersebut atau tidak setelah mengetahui standar kualifikasinya.
Dan perlu
Anda ketahui, negosiasi gaji ada pada saat proses wawancara kerja. Lantas apa
yang harus dilakukan? “Dalam proses wawancara, perusahaan akan mencari orang
paling tepat atau paling mendekati sesuai ‘kebutuhan’ perusahaan. Seseorang
diterima atau tidak bukan karena bodoh atau tidak bodoh, mampu atau tidak
mampu. Paling utama adalah kandidat tersebut tepat atau tidak dengan kebutuhan
perusahaan,” kata Ami Siamsidar, Konsultan Psikologi Senior pada Dr Sarlito
& Co. Bisa jadi, ada kandidat sangat cerdas atau memiliki kemampuan lebih,
tapi justru tidak diterima lantaran melebihi kualifikasi perusahaan.
Permohonan
besarnya gaji juga akan menjadi pertimbangan yang kuat apakah Anda sebagai
pelamar kerja tepat atau tidak untuk dio terima. “Sebab selain disesuaikan
dengan kebutuhan perusahaan, penerimaan tenaga kerja juga disesuaikan dengan
kemampuan perusahaan,” kata Ami. Pembicaraan besaran gaji biasanya dilakukan di
akhir wawancara. “Di sini biasanya perusahaan akan menanyakan gaji yang diminta
kandidat. Tapi bisa juga luput dari pertanyaan. Atau, justru itu trik untuk
tidak ditanyakan akibat saking tertariknya atau sebaliknya, tidak tertarik pada
kandidat,” jelasnya.
Untuk
persoalan gaji ini, Anda boleh saja menanyakan secara langsung terkait plafon
perusahaan, kira-kira berapa imbalan yang akan diterimanya jika sudah bekerja.
“Dengan bahasa standar, pertanyaan tersebut bukan sesuatu yang mengejutkan bagi
pewawancara. Jadi wajar saja menanyakan standardisasi gaji perusahaan,”
katanya. Justru dengan bertanya demikian, kandidat akan mudah mempertimbangkan
nilai gaji yang diinginkan. Idealnya, lanjut Ami, seorang kandidat
(berpengalaman kerja) telah memiliki standardisasi gaji. Semua dipertimbangkan
sesuai kemampuan kerja dan referensi yang dimiliki, hingga bisa menentukan
berapa minimal gaji yang seharusnya didapat.
“Kita
harus punya kisaran gaji kira-kira berapa, dan bermainlah dalam kisaran
tersebut. Jangan berspekulasi dan mencoba-coba menyampaikan permintaan gaji di
atas atau di bawah kisaran,” ujar psikolog yang juga aktivis LSM ini. Menurut
Ami, menentukan standar gaji bagi diri sendiri adalah lebih realistis dibanding
berspekulasi atau bermain-main dengan nilai. Ukur besarnya gaji yang diminta
sesuai kemampuan kerja. Jangan sembarang menetapkan nilai, tapi sampaikan
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan pribadi: kemampuan kerja, referensinya
bagaimana, dengan memperbandingkan dari sejumlah informasi. “Itu jauh lebih
mudah diterima,” tandasnya.
Kembali
lagi, yang paling aman adalah menanyakan bujet yang ditawarkan untuk jabatan
yang dilamar. “Di situ kita bisa melihat apakah ancer-ancer yang sudah kita
persiapkan jauh di bawah standar atau di atas standar. Jadi kita bisa tahu
peluangnya,” jelas Ami. Dalam menyampaikan gaji sesuai keinginan, kita juga
harus mempertimbangkan kebutuhan kita untuk transportasi dan uang makan. Berapa
jumlah yang dibutuhkan di luar gaji pokok?
Oleh
karena itu, Ami menuturkan, saat ada panggilan wawancara, segera perhitungkan
ongkos transportasi dan makan. Jangan sampai salah hitung hingga belakangan
baru kaget gajinya terlalu kecil, lalu baru sebulan memilih mundur. “Itu tidak
fair, karena perusahaan mencari tenaga dengan harapan bisa mendapatkan tenaga
kerja jangka panjang,” jelasnya.